Minggu, 20 Juli 2014

What The Hell Are Going On Their Mind?

Barusan ada sales brownies yang narik setoran dan ambil sisa brownies yang masih ada. Warung kecil kayak gini aja, bakul brownies sampe tiga. Mau nolak waktu mereka nitipin dagangan, gak tega, wong sama-sama lagi usaha. Tapi kalau lagi sepi gini, dagangan sisa banyak, setoran gak seberapa, kasihan juga.

Suplayer brownies tadi dari luar kota, salesnya anak muda, pake sepeda motor . Narik setoran senilai Rp. 5600. Lima ribu enam ratus rupiah sodara-sodara! Sering juga lebih sedikit dari itu. Gak tega nyebutinnya. Narik jarak seminggu dari saat nitip dagangan dulu. Seminggu sodara! Untuk ambil 5600 rupiah..
Bayangin biaya hidup anak muda jaman sekarang, biaya transport ngider, biaya produksi si brownis, de el el. Laa khaula walaa quwwata illa billah..
Sales itu gak sendiri. Ada banyak orang-orang hebat serupa dia. Sales aneka krupuk, bolu, kacang bawang, kacang telur, dodol kacang ijo, dan lain-lain
. Mengukur jalan di terik siang, menyambangi satu persatu warung, ngecek dagangan, narik setoran dan ngambil sisa dagangan yang jamuran, entah mau diapakan…
Sambil mengansurkan recehan itu, saya kadang berucap masygul. “ Lagi sepi je, Mas!”.
Mereka tak mengeluh dan hanya berucap , “Tak apa, Bu. Makasih!’ . sambil mengemas sisa dagangan dan menatanya kembali di bronjong yang overload itu. Mereka orang-orang hebat. Sepenuh hati saya angkat topi.
Saya menatap dia pergi. Teringat dulu saat suami juga jualan roti. Pernah suatu waktu. Sebuah kios dititipi seratusan biji, seminggu kemudian ditarik, roti sudah berjamur, tapi jumlah masih utuh. Ternyata, persis setelah dititipi,karena suatu sebab, kios tutup beberapa hari. Praktis tak ada yang terjual, semua kembali. Di rumah saya sortir. Beberapa yang masih layak, saya panggang pake sedikit mentega , buat makan sendiri dan dibagiin ke tetangga . *ngelapairmata
Sekarang setiap kali menerima titipan dagangan, apalagi makanan basah, saya berupaya ada display yang memadai biar hal serupa yang terjadi pada saya, tak menimpa mereka.
Beberapa kali saya nolak karena dagangan atau pasar saya liat gak cukup prospektif. Raut mereka kecewa, tapi saya lebih gak tega kalau akhirnya dagangan mubadzir saat ditarik minggu depan. Roti jamuran, bisa diapakan. Sesekali katanya ada peternak lele yang mau nampung, tapi seringkali berujung di tungku alias pawon sodara! Jadi kayu..ah bukan kayu, pokoknya benda yang dibakar bersama merang padi di tungku-tungku dapur orang-orang kampung seperti saya.
Sambil mengingat recehan yang dengan tekun mereka kumpulkan di terik siang, mungkin sambil menahan lapar dan membayangkan rupa-rupa kebutuhan yang tak tergenggam, angan saya melayang ke pusat-pusat pemerintahan.
Uang miyaran go bal-balan! Trilyunan bahkan! Dulu pernah ada petinggi pengadilan yang bilang 20 juta itu gak cukup buat sekali makan siang. Allohu Akbar! Itu makan apa atau makan siapa? Sekarang ada imperium korupsi yang katanya tak terjamah. Beragam kecurangan telah mereka lakukan. Tak ada bukti kecuali rumor yang serupa kentut. Busuknya menyebar kemana-mana, tapi buktinya tak kasat mata.
What the hell are going on their mind?!
Orang-orang kecil nan liat dan hebat itu mengusahakan apa saja, demi sebuah kemungkinan hasil, sekecil apapun itu. Tetapi orang-orang “besar” di atas sana, justru mengusahakan beragam celah untuk berbuat kecurangan, sebesar apapun dampaknya itu. Ya Salaam…
Ingatlah bahwa jika kecurangan itu diberi panggung untuk dipentaskan, itu hanyalah cara agar mereka turun panggung dengan dipermalukan.
Gusti Allah mboten sare…
Sumber : Siti Maryamah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar